Tuesday, October 8, 2019

'Sumimasen' Lebih dari Sekadar Ucapan di Restoran Jepang

Sumimasen ialah perkataan yang akan umum didapati di Jepang. Nah, tahukah kamu jika sumimasen punyai arti lebih dari sebatas apologi atau permisi?

Narasi mengenai Jepang rasa-rasanya tidak pernah habis. Tidak selalu masalah bentang alam, riwayat, serta budayanya tetapi kehidupan warga seharian Jepang asik buat dikulik.

BBC Travel, seperti dikutip detikcom, Selasa (8/10/2019), membuat artikel dengan judul 'The Complex Art of Apology in Japan' bercerita pengalaman penulisnya Emma Cooke. Satu hari di Kota Tokyo jam 1 pagi, ia bersama dengan temannya akan masuk ke penginapan AirBnb di satu apartemen.



"90 % alamatnya sama, jadi kami meyakini ini ialah penginapan kami. Pintunya terkunci serta kagetnya, nyatanya ada penghuninya orang Jepang di dalamnya," tutur Emma.

Yang membuat Emma tidak kalah kaget, penghuni apartemen itu tidak cemas, berteriak atau menelpon polisi. Justru, ia menolong Emma menemukan alamat penginapannya.

Baca Juga : Belajar Agama Islam

Pada akhirnya alamatnya tidak bertemu serta Emma harus meneruskannya sendiri. Penghuni apartemen itu juga mengatakan sumimasen yang berarti saya mohon maaf.

"Walau sebenarnya saya ialah orang asing serta coba buka pintu mereka sampai mungkin bising, sampai mereka terjaga," kata Emma.

Sumimasen serta Kerendahan Hati

Tahukah kamu, sumimasen punyai banyak makna. Sumimasen dapat bermakna keinginan maaf, pernyataan rasa terima kasih, serta permisi. Buat kita, sumimasen tentu seringkali kita dengar di restoran-restoran Jepang di Indonesia.

Kembali ke artikel BBC, sumimasen kenyataannya jadi salah satunya pedoman hidup orang Jepang. Prinsip untuk hidup dalam kerendahan hati.

"Cuma 10% dari sumimasen ialah keinginan maaf. Bekasnya dipakai untuk tunjukkan rasa hormat, kesopanan, serta kejujuran," tutur sastrawan bahasa Jepang, Laurie Inokuma dari Cornell University, AS.

Menurut Inokuma, sumimasen adalah perkataan seharian yang dikerjakan orang lain. Bisa saja saat ada satu orang yang buka pintu untuk, dibalas dalam kata sumimasen.

"Tidak selama-lamanya arigato, tetapi sumimasen berarti terima kasih serta satu tanggapan karena itu," terangnya.

"Ada kerendahan hati pada sumimasen, bergantung bagaimana keadaannya waktu itu disampaikan, dapat bermakna terima kasih atau mohon maaf.

Maaf serta Terima Kasih

Sumimasen dapat memiliki kandungan dua arti sekaligus juga, maaf serta terima kasih. Dari situlah, beberapa orang Jepang jadikan landasan hidup seharian.

"Ada norma-norma kesopanan buat warga Jepang untuk hidup seharian serta menghargai orang lain," kata Inokuma.

Jepang mempunyai beberapa kota terpadat di dunia, dengan 93,93% populasi berada di daerah perkotaan. Tokyo contohnya, mempunyai seputar 6.150 orang per km persegi, dibanding dengan London 5.729.

Sumber : https://santri.me/

Friday, October 4, 2019

KPK: Ada 146 Saksi di Kasus Eks Bupati Cirebon Termasuk Nico Siahaan

KPK buka set baru penyelidikan masalah yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Sunjaya Purwadisastra. Bekas Bupati Cirebon itu disangka lakukan pencucian uang. 

Masalah ini sebetulnya berawal dari OTT pada tahun 2018. Waktu itu Sunjaya disangka terima suap berkaitan jual-beli jabatan di daerah yang dipimpinnya yakni Cirebon. 

Pada prosedurnya KPK temukan terdapatnya saluran dana beberapa puluh miliar yang disangka gratifikasi. Tidak berhenti disana uang gratifikasi itu diarahkan Sunjaya untuk pembelian asset memakai nama orang lain. 



"Dengan arah sembunyikan atau menyamarkan asal mula harta kekayaan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam temu wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (4/10/2019). 

Penyelidikan baru ini disebutkan Syarif telah dikerjakan KPK semenjak 13 September 2019. Keseluruhan paling tidak menurut Syarif ada 146 saksi yang sudah dicheck. 

"Dengan faktor anggota DPR 1 orang, anggota DPRD Kabupaten Cirebon 24 orang, camat 8 orang, petinggi serta PNS Pemkab Cirebon, PPAT, serta swasta 113 orang," kata Syarif. 

Seseorang anggota DPR itu didapati ialah Nico Siahaan. Nico yang disebut politisi PDIP itu pernah juga dicheck dalam persidangan. 

"Iya (Nico Siahaan), saksi yang kami check dalam proses ini. Satu diantara saksi dari 146 saksi itu anggota DPR Nico Siahaan serta beberapa DPRD," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dengan terpisah. 

Pada catatan detikcom, Nico pernah duduk jadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung pada Rabu, 13 Maret 2019. Waktu itu Nico diberi pertanyaan jaksa KPK masalah uang Rp 250 juta untuk acara Sumpah Pemuda yang diadakan PDIP, dimana Nico jadi ketua panitia acara. 


Baca Juga : Rumus Menghitung

Dalam surat tuduhan, Sunjaya yang disebut kader PDIP disebutkan memberi sumbangan sebesar Rp 250 juta untuk acara itu. Uang itu disebutkan adalah hasil suap dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum serta Pengaturan Ruangan (PUPR) yang naik jabatan. 

"Berkaitan acara Sumpah Pemuda, ada yang diberi terdakwa?" bertanya jaksa KPK pada Nico. 

"Ya ada ke panitia pemberian Rp 250 juta," kata Nico. 

Terakhir Nico akui uang itu sudah dikembalikan ke KPK. Tentang ini Nico pernah memberi keterangan pada Sabtu, 1 Desember 2018. Seperti apa keterangan Nico? 

Nico menerangkan PDIP mengadakan acara Sumpah Pemuda di Jiexpo, Jakarta, pada 28 Oktober 2018. Ia dipilih jadi ketua pelaksana pekerjaan. Beberapa pertemuan dikerjakan, terhitung membuat gagasan budget sebesar Rp 1 miliar. 

Nico selanjutnya ajak beberapa kader untuk gotong royong menolong permodalan. "Anggarannya telah diputuskan. Nah seperti biasa namanya acara partai, kader (PDIP) tahu serta bernisiatif memberi sumbangan. Dari siapa-siapanya saya tidak tahu sebab koordinatornya banyak," katanya. 

Dia menjelaskan tidak minta serta membanderol dengan cara langsung besaran sumbangan dari kader, khususnya pada Sunjaya. Nico serta akui tidak tahu dengan cara langsung jika Sunjaya akan memberi sumbangan. 

"Waktu kami rapat, Pak Sunjaya hadir. Nah ia katakan (ke satu diantara kader) ingin nyumbang. Tidak ngomong ke saya. Dikirimnya ke satu diantara kader, namanya Evi," kata Nico. 

Selanjutnya pada 22 Oktober, Nico mendapatkan berita uang sumbangan Sunjaya sudah masuk ke rekening. Pada 23 Oktober, uang itu ditarik dari rekening serta malam harinya Sunjaya terserang operasi tangkap tangan KPK. 

Pada akhirnya uang sumbangan Sunjaya ditetapkan tidak untuk dipakai sebab cemas memunculkan permasalahan serta saat pemanggilan KPK ia telah kembalikan uang Rp 250 juta. 

"Uangnya masuk, tetapi sebab tahu ia (Sunjaya) diambil (KPK) uangnya tidak digunakan. Pada akhirnya uang itu saya berikan ke KPK waktu saya penuhi panggilan KPK," sebut Nico. 

Nico akui tidak mengenal dekat sama Sunjaya. Sedang Sunjaya sendiri telah dikeluarkan PDIP semenjak terlibat masalah di KPK.KPK buka set baru penyelidikan masalah yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Sunjaya Purwadisastra. Bekas Bupati Cirebon itu disangka lakukan pencucian uang. 

Masalah ini sebetulnya berawal dari OTT pada tahun 2018. Waktu itu Sunjaya disangka terima suap berkaitan jual-beli jabatan di daerah yang dipimpinnya yakni Cirebon. 

Pada prosedurnya KPK temukan terdapatnya saluran dana beberapa puluh miliar yang disangka gratifikasi. Tidak berhenti disana uang gratifikasi itu diarahkan Sunjaya untuk pembelian asset memakai nama orang lain. 

"Dengan arah sembunyikan atau menyamarkan asal mula harta kekayaan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam temu wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (4/10/2019). 

Penyelidikan baru ini disebutkan Syarif telah dikerjakan KPK semenjak 13 September 2019. Keseluruhan paling tidak menurut Syarif ada 146 saksi yang sudah dicheck. 

"Dengan faktor anggota DPR 1 orang, anggota DPRD Kabupaten Cirebon 24 orang, camat 8 orang, petinggi serta PNS Pemkab Cirebon, PPAT, serta swasta 113 orang," kata Syarif. 

Seseorang anggota DPR itu didapati ialah Nico Siahaan. Nico yang disebut politisi PDIP itu pernah juga dicheck dalam persidangan. 

"Iya (Nico Siahaan), saksi yang kami check dalam proses ini. Satu diantara saksi dari 146 saksi itu anggota DPR Nico Siahaan serta beberapa DPRD," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dengan terpisah. 

Pada catatan detikcom, Nico pernah duduk jadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung pada Rabu, 13 Maret 2019. Waktu itu Nico diberi pertanyaan jaksa KPK masalah uang Rp 250 juta untuk acara Sumpah Pemuda yang diadakan PDIP, dimana Nico jadi ketua panitia acara. 

Dalam surat tuduhan, Sunjaya yang disebut kader PDIP disebutkan memberi sumbangan sebesar Rp 250 juta untuk acara itu. Uang itu disebutkan adalah hasil suap dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum serta Pengaturan Ruangan (PUPR) yang naik jabatan. 

"Berkaitan acara Sumpah Pemuda, ada yang diberi terdakwa?" bertanya jaksa KPK pada Nico. 

"Ya ada ke panitia pemberian Rp 250 juta," kata Nico. 

Terakhir Nico akui uang itu sudah dikembalikan ke KPK. Tentang ini Nico pernah memberi keterangan pada Sabtu, 1 Desember 2018. Seperti apa keterangan Nico? 

Nico menerangkan PDIP mengadakan acara Sumpah Pemuda di Jiexpo, Jakarta, pada 28 Oktober 2018. Ia dipilih jadi ketua pelaksana pekerjaan. Beberapa pertemuan dikerjakan, terhitung membuat gagasan budget sebesar Rp 1 miliar. 

Nico selanjutnya ajak beberapa kader untuk gotong royong menolong permodalan. "Anggarannya telah diputuskan. Nah seperti biasa namanya acara partai, kader (PDIP) tahu serta bernisiatif memberi sumbangan. Dari siapa-siapanya saya tidak tahu sebab koordinatornya banyak," katanya. 

Dia menjelaskan tidak minta serta membanderol dengan cara langsung besaran sumbangan dari kader, khususnya pada Sunjaya. Nico serta akui tidak tahu dengan cara langsung jika Sunjaya akan memberi sumbangan. 

"Waktu kami rapat, Pak Sunjaya hadir. Nah ia katakan (ke satu diantara kader) ingin nyumbang. Tidak ngomong ke saya. Dikirimnya ke satu diantara kader, namanya Evi," kata Nico. 

Selanjutnya pada 22 Oktober, Nico mendapatkan berita uang sumbangan Sunjaya sudah masuk ke rekening. Pada 23 Oktober, uang itu ditarik dari rekening serta malam harinya Sunjaya terserang operasi tangkap tangan KPK. 

Pada akhirnya uang sumbangan Sunjaya ditetapkan tidak untuk dipakai sebab cemas memunculkan permasalahan serta saat pemanggilan KPK ia telah kembalikan uang Rp 250 juta. 

"Uangnya masuk, tetapi sebab tahu ia (Sunjaya) diambil (KPK) uangnya tidak digunakan. Pada akhirnya uang itu saya berikan ke KPK waktu saya penuhi panggilan KPK," sebut Nico. 

Nico akui tidak mengenal dekat sama Sunjaya. Sedang Sunjaya sendiri telah dikeluarkan PDIP semenjak terlibat masalah di KPK.

Sumber :  http://carahitung.net/